Keunggulan Konservasi
Taman Nasional Alas Purwo

Garda Terdepan Pelestarian Keanekaragaman Hayati TN Alas Purwo

Garda Terdepan Pelestarian Keanekaragaman Hayati TN Alas Purwo

Kawasan konservasi Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) berfungsi secara ekologis maupun ekonomis bagi masyarakat sekitar desa penyangga. Dalam upaya menjaga keseimbangan ini, peran Kader Konservasi sebagai mitra taman nasional terbukti sangat vital .

Penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus yang dilakukan di kawasan TNAP menunjukkan bahwa Kader Konservasi berperan sebagai garda terdepan pelopor kegiatan pelestarian dan pengawetan sumber daya alam hayati serta ekosistemnya . Kehadiran mereka menjadi kekuatan tambahan bagi balai taman nasional dalam mengawasi kawasan yang luas.

Peran strategis Kader Konservasi ini dimanifestasikan dalam beberapa fungsi kunci :

  • Sebagai Inisiator: Memelopori dan merancang berbagai kegiatan yang mendukung pelestarian alam.

  • Sebagai Motivator: Mendorong dan menggerakkan partisipasi masyarakat untuk turut serta dalam upaya konservasi.

  • Sebagai Fasilitator: Menjadi penghubung dan memfasilitasi kepentingan antara pengelola taman nasional dengan masyarakat.

Melalui peran-peran ini, Kader Konservasi diharapkan mampu mewujudkan masyarakat yang mencintai alam dan lingkungan, sekaligus menjadi mitra pembangunan yang berkelanjutan bagi Taman Nasional Alas Purwo .

Garda Terdepan Pelestarian Keanekaragaman Hayati TN Alas Purwo

Ecotourism Berbasis Masyarakat Wujudkan Konservasi yang Memberdayakan

Taman Nasional Alas Purwo merupakan salah satu dari lima taman nasional ikonis yang menjadi target proyek Wildlife Ecotourism kolaborasi antara UNDP dan Pemerintah Indonesia, yang didanai oleh Global Biodiversity Framework Fund (GBFF) . Inisiatif ini mentransformasi lebih dari 1,9 juta hektar kawasan konservasi, termasuk TNAP, menjadi pusat perlindungan biodiversitas dan pemacu kemakmuran lokal .

Proyek ini memiliki pendekatan yang inovatif dengan memposisikan Customary Peoples and Local Communities (CPLCs) sebagai mitra co-manager dalam pengelolaan usaha ekowisata . Lebih dari 6.000 orang, di mana 30% di antaranya adalah perempuan, mendapat manfaat langsung dari pendekatan ini .

Strategi ini selaras dengan Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia (IBSAP) 2025–2045 serta Instruksi Presiden No. 1/2023 . Dengan menginvestasikan pendapatan dari ekowisata kembali ke dalam kegiatan konservasi dan mata pencaharian masyarakat, proyek ini menjadi model nyata bagaimana pembangunan inklusif dapat melindungi alam sekaligus meningkatkan kesejahteraan komunitas lokal 

Konservasi di Taman Nasional Alas Purwo mencakup

Konservasi Banteng Jawa (Bos javanicus)

Upaya perlindungan dan pengembangbiakan satwa langka kunci Indonesia ini melalui pengelolaan habitat padang penggembalaan (Savana Sadengan), monitoring populasi, dan pencegahan perburuan liar untuk menjaga kelestarian genetiknya.

Konservasi Penyu

Konservasi Penyu

Melindungi empat jenis penyu yang bertelur di pesisir Alas Purwo (Penyu Lekang, Hijau, Sisik, dan Belimbing) melalui program penangkaran semi-alami di Pantai Ngagelan, pemantauan sarang, dan pelepasliaran tukik.

Pengendalian Kebakaran Hutan

Membangun sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang melibatkan Masyarakat Peduli Api (MPA), pemadaman early warning system, dan pembuatan sekat bakar di area rawan.

Rehabilitasi Ekosistem

Rehabilitasi Ekosistem

Memulihkan kawasan yang terdegradasi melalui kegiatan penanaman (reboisasi) dengan species asli, rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS), dan restorasi hutan mangrove untuk meningkatkan fungsi ekologis.

Ekowisata Berkelanjutan

Mengembangkan wisata alam yang bertanggung jawab (seperti G-Land, savana, dan pantai) dengan melibatkan masyarakat lokal sebagai pemandu dan pengelola, serta memastikan aktivitas wisata tidak mengganggu ekosistem.

Penelitian dan Monitoring

Penelitian dan Monitoring

Mendukung kegiatan ilmiah untuk memantau populasi satwa langka (seperti Macan Tutul dan Merak Hijau), studi biodiversitas, dan penelitian ekosistem sebagai dasar pengambilan keputusan managemen konservasi.

Pengembangan Masyarakat Penyangga

Memberdayakan masyarakat desa sekitar melalui program Kader Konservasi, pelatihan guide wisata, budidaya lebah madu, dan usaha produk non-kayu untuk mengurangi ketergantungan pada hutan.

Perlindungan Kawasan Alas Purwo

Perlindungan Kawasan

Melakukan patroli rutin gabungan untuk mencegah aktivitas ilegal seperti perburuan, penebangan kayu tanpa izin (illegal logging), dan perambahan kawasan, demi menjaga keutuhan habitat alami.

Diplomasi Konservasi : Merajut Harmoni antara Manusia dan Alam di Taman Nasional Alas Purwo

Diplomasi konservasi di Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) tidak hanya berfokus pada perlindungan satwa dan tumbuhan, tetapi juga pada pendekatan budaya yang mendalam. Masyarakat di desa-desa penyangga, seperti Kalipait, telah hidup berdampingan secara harmonis dengan hutan selama beberapa generasi dengan menjunjung tinggi sejumlah tradisi, aturan, dan pantangan yang menjadi kearifan lokal mereka . Nilai-nilai kearifan lokal ini mengandung kecerdasan ekologis yang mengatur hubungan aktivitas manusia dengan ekosistem di sekitarnya, sehingga membentuk sebuah sistem konservasi yang organik dan telah teruji oleh waktu . Pendekatan inilah yang menjadi fondasi dari diplomasi konservasi di TNAP, di mana nilai-nilai budaya tidak diabaikan, melainkan diintegrasikan ke dalam strategi pengelolaan kawasan yang lebih luas.

Konsep diplomasi ini diwujudkan melalui implementasi nilai-nilai Tri Hita Karana yang merepresentasikan hubungan yang selaras antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan dengan alam . Penelitian menunjukkan bahwa masyarakat sekitar TNAP telah menjalankan prinsip ini dalam kehidupan sehari-hari mereka, yang kemudian direkonstruksi sebagai aturan konservasi yang mendasar dan mendesak . Harmoni ini juga tercermin dari keberadaan Cultural Keystone Species (CKS), yaitu spesies-spesies yang keberadaannya sangat penting bagi stabilitas dan identitas budaya suatu kelompok masyarakat . Di Desa Kalipait, terdapat beberapa CKS, baik yang dibudidayakan seperti padi dan kelapa, maupun yang diperoleh dari dalam kawasan TNAP seperti tanaman manon (Helminthostachys zeylanica) dan bambu (Bambusa spinosa) . Hubungan yang erat ini menciptakan sebuah diplomasi alami dimana masyarakat merasa memiliki tanggung jawab untuk melestarikan hutan karena hutan merupakan bagian dari jati diri dan kelangsungan budaya mereka.

Diplomasi konservasi berbasis kearifan lokal di Taman Nasional Alas Purwo menawarkan perspektif yang transformatif. Model ini menunjukkan bahwa konservasi yang berkelanjutan tidak dapat hanya mengandalkan pendekatan hukum dan teknis semata, tetapi harus mampu menjadi jembatan yang menghubungkan pengetahuan ilmiah dengan kearifan tradisional . Dengan mengakui dan menghormati nilai-nilai budaya lokal, pengelola TNAP dapat membangun kerja sama dan kolaborasi yang lebih kuat dengan masyarakat setempat. Pada akhirnya, pendekatan diplomasi ini tidak hanya melindungi keanekaragaman hayati, tetapi juga melestarikan warisan budaya yang tak ternilai, menciptakan sebuah model konservasi yang inklusif, berkelanjutan, dan selaras dengan kearifan nenek moyang untuk diwariskan kepada generasi mendatang.